Kompleksitas dampak Kebijakan, Antara Harapan dan Kenyataan.

ARTIKEL1 Dilihat

Bandung, PrabuNews.com – Semangat pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai program pembangunan, seperti infrastruktur wilayah, pertanian, perkebunan, dan pariwisata, patut diapresiasi. Berbagai proyek masif, mulai dari pembangunan jalan, jembatan, bendungan, penyediaan lahan pertanian, hingga pembangunan pabrik pengolahan sampah, menunjukkan langkah strategis dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Namun, di balik niat baik tersebut, berbagai persoalan dampak lingkungan dan sosial kerap muncul, sering kali akibat konflik kepentingan (conflict of interest) yang berujung pada perselisihan berbagai pihak. Tak jarang, konflik ini justru dipicu oleh kepentingan pribadi dan ekonomi semata.

Konflik Pertanahan dan Lingkungan: Isu Strategis yang Berulang

Persoalan pertanahan dan lingkungan hidup selalu menjadi topik yang hangat diperbincangkan dalam berbagai momentum politik dan kebijakan. Kedua isu ini sering kali dimanfaatkan sebagai komoditas politik oleh kelompok-kelompok berkepentingan.

Salah satu sumber utama konflik adalah alih fungsi lahan yang kian meningkat akibat terbatasnya lahan yang tersedia. Lahan perkebunan dan kawasan hutan negara kerap menjadi sasaran okupasi demi kepentingan pertanian, perumahan, pariwisata, hingga infrastruktur. Akibatnya, terjadi penurunan kualitas lingkungan, yang pada akhirnya mengancam daya dukung lingkungan secara keseluruhan.

Pemerintah dan Regulasi: Apakah Sudah Efektif?

Saya percaya bahwa tidak ada program pemerintah yang sengaja dirancang untuk merugikan masyarakat atau merusak lingkungan. Namun, implementasi program sering kali menghadapi tantangan besar, terutama dalam hal pengawasan dan penegakan hukum.

Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam proyek pembangunan sulit dihindari, mengingat masih kuatnya budaya ego sektoral dan kewilayahan di kalangan pengelola proyek. Akibatnya, regulasi yang ada sering kali tidak dijalankan secara optimal.

Padahal, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah mengatur bahwa daya dukung lingkungan harus dijaga demi keseimbangan kehidupan manusia dan ekosistem. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) wajib menjadi bagian dari setiap perencanaan pembangunan, agar prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dapat diterapkan secara konsisten.

Krisis Lingkungan di Jawa Barat: Ancaman Nyata

Saat ini, Jawa Barat mengalami degradasi lingkungan yang sangat serius. Kerusakan lingkungan telah memicu berbagai bencana rutin, seperti banjir, longsor, dan krisis air bersih. Sayangnya, mentalitas proyek yang hanya berorientasi pada laporan di atas kertas justru semakin memperburuk keadaan.

Minimnya sosialisasi, kurangnya pemahaman masyarakat, serta lemahnya penegakan hukum (law enforcement) memperparah eksploitasi lahan. Kebutuhan lahan yang semakin meningkat tidak hanya menjadi ancaman, tetapi telah menjadi fakta yang tak terbantahkan.

Okupasi terstruktur dan masif terhadap kawasan hutan dan perkebunan negara telah merusak sistem hidrologi dan klimatologi, yang berperan sebagai penyangga utama kehidupan. Ironisnya, pelanggaran terhadap regulasi seakan menjadi kebijakan terselubung yang terus terjadi tanpa solusi konkret.

Sinergi atau Sekadar Ilusi?

Kita sering kali mendengar istilah sinergi dan kolaborasi sebagai solusi atas permasalahan ini. Namun, tanpa pemahaman mendalam mengenai keterkaitan antara manusia dan alam, upaya tersebut hanya akan menjadi sekadar jargon tanpa implementasi nyata.

Pada akhirnya, menjaga keseimbangan pembangunan dan kelestarian lingkungan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat. Tanpa komitmen bersama, kita hanya akan terus mengulangi kesalahan yang sama, sementara daya dukung lingkungan terus mengalami penurunan yang tak terbendung.


Penulis:
David Riksa Buana
Ketua LSM Trapawana Jawa Barat

Komentar